Beranda | Artikel
Pandangan Syekh Ibnu Baz dalam Masalah Akidah dan Tauhid (Bag. 2)
Senin, 27 Juni 2022

Baca pembahasan sebelumnya Pandangan Syekh Ibnu Baz dalam Masalah Akidah dan Tauhid (Bag. 1)

Macam-macam kemunafikan

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Kemunafikan itu ada 2 macam:

Pertama, kemunafikan i’tiqadi (keyakinan). Yang terjadi pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bentuk kemunafikan ini.

Kedua, kemunafikan ‘amali (perbuatan). Bentuknya seperti yang disebutkan dalam hadis ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu.”

Pembagian jenis tauhid

Dibacakan di hadapan Syekh perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah, “Adapun tauhid yang menjadi seruan para rasul dan isi kitab yang diturunkan ada 2 macam: tauhid dalam pengenalan dan penetapan (al-ma’rifah wal-itsbat) serta tauhid dalam doa dan tujuan (ath-thalab wal-qashd) ….”

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Perkataan Ibnul Qoyim ini perkataan yang agung. Tauhid yang menjadi seruan para rasul dan isi kitab yang diturunkan itu bentuknya 2 macam ini. Sebagian ulama membaginya menjadi 3 bagian

Pertama, Tauhid uluhiyah.

Kedua, Tauhid rububiyah.

Ketiga, Tauhid asma wa-shifat.

Pembagian seperti ini juga diperbolehkan.”

Rukun tauhid

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Tauhid itu mencakup 2 hal:

Pertama: Mentauhidkan Allah dan ikhlas dalam beribadah pada-Nya.

Kedua: Kufur pada tuhan selain-Nya dan meninggalkan kesyirikan.”

Islam ada di setiap masa

Dibacakan di hadapan Syekh Ibnu Baz rahimahullah perkataan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam Kitab Tauhid, “Risalah itu mencakup seluruh umat”.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Yaitu dari mulai diutusnya Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semua rasul diutus khusus untuk kaumnya, kecuali Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau diutus untuk seluruh umat manusia.”

Baca Juga: Tauhid, Fitrah Seluruh Manusia

Makna laa ilaha illallah

Dibacakan di hadapan Syekh Ibnu Baz rahimahullah perkataan Syekh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh dalam kitab ‘Fathul Majid’, “Abu Abdillah Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan, ‘Laa Ilaha Illallah itu artinya tidak ada sesembahan selain Dia.’”

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Yaitu tidak ada sesembahan yang berhak disembah, selain Dia.”

Hukum berdakwah

Dibacakan di hadapan Syekh Ibnu Baz rahimahullah Bab “Mendakwahkan kalimat syahadat laa ilaaha illallah” dan yang terkait dengannya dalam Kitab Tauhid.

Beliau berkata, “Berdakwah itu hukumnya fardu kifayah.”

Metode dakwah itu bermacam-macam

Dibacakan di hadapan Syekh Ibnu Baz rahimahullah dalam kitab Fathul Majid ketika disebutkan perkataan Ibnul Qoyim dalam menjelaskan firman Allah,

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

Ibnul Qoyim rahimahullah berkata, “Allah sebutkan tingkatan dakwah dan Allah jadikan kondisi manusia yang didakwahi itu bertingkat.

Boleh jadi yang didakwahi adalah orang yang mencari dan mencintai kebenaran. Dia akan mendahulukan kebenaran dibandingkan yang lainnya. Model seperti ini didakwahi dengan hikmah, tidak perlu pelajaran dan berbantah dengannya.

Boleh jadi yang didakwahi adalah orang yang sibuk dengan hal yang berlawanan dengan kebenaran, namun jika dia mengetahui kebenaran dia akan mengikutinya. Model seperti ini perlu diberikan pelajaran dengan motivasi maupun ancaman.

Boleh jadi yang didakwahi adalah orang yang berpaling dan menentang. Model seperti ini diajak diskusi dengan baik. Jika mau kembali, maka itulah yang diharapkan. Kalau tidak mau, maka dilanjutkan dengan mendebatnya jika memungkinkan.” (Selesai perkataan Ibnul Qoyim)

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Ini sebuah perkataan yang benar. Manusia itu bermacam-macam, mereka didakwahi sesuai kondisinya.”

Baca Juga: Dakwah Tauhid, Perusak Persatuan?

Selamatkan dari kesyirikan terlebih dulu

Syekh Ibnu Baz pernah ditanya tentang seorang da’i di sebuah negeri yang penuh dengan kesyirikan, namun dia berdakwah pada manusia hanya seputar menjauhkan diri dari dosa besar, bukan kesyirikan.

Maka beliau menjawab, “Orang ini tidak memiliki pemahaman yang baik. Dia wajib untuk memulai dengan melarang kesyirikan dan memotivasi orang untuk bertauhid. Karena seseorang yang selamat dari perbuatan syirik, dia telah selamat dari sebuah keburukan yang besar. Adapun dosa besar, maka urusannya terserah kehendak Allah. Jika Dia berkehendak, Dia bisa mengampuninya. Jika Dia berkehendak, Dia bisa mengazabnya.”

Menggantung kalung-kalung jimat

Dibacakan di hadapan Syekh Ibnu Baz rahimahullah perkataan penulis Kitab Tauhid, “Termasuk perbuatan syirik adalah menggantungkan kalung atau benang atau yang lainnya untuk mengangkat atau mencegah datangnya bala bencana.”

Beliau rahimahullah berkata, “Maksudnya syirik ashghar (kecil). Bisa berubah menjadi syirik akbar (besar) jika beranggapan bahwa benda tersebut yang memberikan manfaat dengan sendirinya.”

Baca Juga:

***

Penerjemah: Amrullah Akadhinta, S.T.


Artikel asli: https://muslim.or.id/76229-pandangan-syaikh-ibnu-baz-dalam-masalah-akidah-dan-tauhid-bag-2.html